Shalahuddin Al-Ayubi terlahir dari
keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai
Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar
di Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu
Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangi.
Salahudin Al-Ayubi atau tepatnya
Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau Saladin/salahadin
(menurut lafal orang Barat) adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh
(sejarah) Islam. Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah
perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud
atau maulid, berasal dari kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada
istilah ulang tahun. Berbagai perayaan ulang tahun di kalangan/organisasi
muslim sering disebut sebagai milad atau miladiyah, meskipun maksudnya adalah ulang
tahun menurut penanggalan kalender Masehi.
Selain belajar Islam, Shalahuddin
pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang
panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya Shalahuddin
menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid
(turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).
Dinobatkannya Shalahuddin menjadi
sultan Mesir membuat kejanggalan bagi anaknya Nuruddin, Shalih Ismail. Hingga
setelah tahun 1174 Nuruddin meninggal dunia, Shalih Ismail bersengketa soal
garis keturunan terhadap hak kekhalifahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan
Shalahuddin berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Sholahuddin. Shalih Ismail
terpaksa menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh
pada tahun 1181. Shalahuddin memimpin Syria sekaligus Mesir serta mengembalikan
Islam di Mesir kembali kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Dalam menumbuhkan wilayah
kekuasaannya Shalahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari
Eropa, terkecuali satu hal yang tercatat adalah Shalahuddin sempat mundur dari
peperangan Battle of Montgisard melawan Kingdom of Jerusalem (kerajaan singkat
di Jerusalem selama Perang Salib). Namun mundurnya Sholahuddin tersebut mengakibatkan
Raynald of Châtillon pimpinan perang dari The Holy Land Jerusalem memrovokasi
muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur Laut Merah yang digunakan
sebagai jalur jamaah haji ke Makkah dan Madinah. Lebih buruk lagi Raynald
mengancam menyerang dua kota suci tersebut, hingga akhirnya Shalahuddin
menyerang kembali Kingdom of Jerusalem di tahun 1187 pada perang Battle of
Hattin, sekaligus mengeksekusi hukuman mati kepada Raynald dan menangkap
rajanya, Guy of Lusignan.
Akhirnya seluruh Jerusalem kembali
ke tangan muslim dan Kingdom of Jerusalem pun runtuh. Selain Jerusalem
kota-kota lainnya pun ditaklukkan kecuali Tyres/Tyrus. Jatuhnya Jerusalem ini
menjadi pemicu Kristen Eropa menggerakkan Perang Salib Ketiga atau Third
Crusade.
Perang Salib Ketiga ini menurunkan
Richard I of England ke medan perang di Battle of Arsuf. Shalahuddin pun
terpaksa mundur, dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa menjungkalkan
invincibilty Sholahuddin. Dalam kemiliteran Sholahuddin dikagumi ketika Richard
cedera, Shalahuddin menawarkan pengobatan di saat perang di mana pada saat itu
ilmu kedokteran kaum Muslim sudah maju dan dipercaya.
Pada tahun 1192 Shalahuddin dan
Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, di mana Jerusalem tetap dikuasai Muslim
dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya Shalahuddin
meninggal dunia di Damaskus setelah Richard kembali ke Inggris. Bahkan ketika
rakyat membuka peti hartanya ternyata hartanya tak cukup untuk biaya
pemakamannya, hartanya banyak dibagikan kepada mereka yang membutuhkannya.
Artikel Terkait