Seorang
pemuda yang gagah perkasa berjalan dengan langkah yang mantap mencari Nabi
hendak membunuhnya. Ia sangat membenci Nabi, dan agama baru yang dibawanya. Di
tengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang bernama Naim bin Abdullah
yang menanyakan tujuan perjalanannya tersebut. Kemudian diceritakannya niatnya
itu. Dengan mengejek, Naim mengatakan agar ia lebih baik memperbaiki urusan
rumah tangganya sendiri terlebih dahulu. Seketika itu juga pemuda itu kembali
ke rumah dan mendapatkan ipar lelakinya sedang asyik membaca kitab suci
Al-Qur’an. Langsung sang ipar dipukul dengan ganas, pukulan yang tidak membuat
ipar maupun adiknya meninggalkan agama Islam. Pendirian adik perempuannya yang
teguh itu akhirnya justru menentramkan hatinya dan malahan ia memintanya
membaca kembali baris-baris Al-Qur’an. Permintaan tersebut dipenuhi dengan
senang hati. Kandungan arti dan alunan ayat-ayat Kitabullah ternyata membuat si
pemuda itu begitu terpesonanya, sehingga ia bergegas ke rumah Nabi dan langsung
memeluk agama Islam. Begitulah pemuda yang bernama Umar bin Khattab, yang
sebelum masuk Islam dikenal sebagai musuh Islam yang berbahaya. Dengan rahmat
dan hidayah Allah, Islam telah bertambah kekuatannya dengan masuknya seorang
pemuda yang gagah perkasa. Ketiga bersaudara itu begitu gembiranya, sehingga
mereka secara spontan mengumandangkan “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar).
Gaungnya bergema di pegunungan di sekitarnya.
Umar
masuk agama Islam pada usia 27 tahun. Beliau dilahirkan di Makkah, 40 tahun
sebelum hijrah. Silsilahnya berkaitan dengan garis keturunan Nabi pada generasi
ke delapan. Moyangnya memegang jabatan duta besar dan leluhurnya adalah
pedagang. Ia salah satu dari 17 orang Makkah yang terpelajar ketika kenabian
dianugerahkan kepada Muhammad SAW.
Dengan
masuknya Umar ke dalam agama Islam, kekuatan kaum Muslimin makin bertambah
tangguh. Ia kemudian menjadi penasehat utama Abu Bakar selama masa pemerintahan
dua setengah tahun. Ketika Abu Bakar mangkat, ia dipilih menjadi khalifah Islam
yang kedua, jabatan yang diembannya dengan sangat hebat selama sepuluh setengah
tahun. Ia meninggal pada tahun 644 M, dibunuh selagi menjadi imam sembahyang di
masjid Nabi. Pembunuhnya bernama Feroz alias Abu Lu’lu, seorang Majusi yang
tidak puas.
Ajaran-ajaran
Nabi telah mengubah suku-suku bangsa Arab yang suka berperang menjadi bangsa
yang bersatu, dan merupakan suatu revolusi terbesar dalam sejarah manusia.
Dalam masa tidak sampai 30 tahun, orang-orang Arab yang suka berkelana telah
menjadi tuan sebuah kerajaan terbesar di waktu itu. Prajurit-prajuritnya
melanda tiga benua terkenal di dunia, dan dua kerajaan besar Caesar (Romawi)
dan Chesroes (Parsi) bertekuk lutut di hadapan pasukan Islam yang perkasa. Nabi
telah meninggalkan sekelompok orang yang tidak mementingkan diri, yang telah
mengabdikan dirinya kepada satu tujuan, yakni berbakti kepada agama yang baru
itu. Salah seorang di antaranya adalah Umar al-Faruq, seorang tokoh besar, di
masa perang maupun di waktu damai. Tidak banyak tokoh dalam sejarah manusia
yang telah menunjukkan kepintaran dan kebaikan hati yang melebihi Umar, baik
sebagai pemimpin tentara di medan perang, maupun dalam mengemban tugas-tugas
terhadap rakyat serta dalam hak ketaatan kepada keadilan. Kehebatannya terlihat
juga dalam mengkonsolidasikan negeri-negeri yang telah di taklukkan.
Islam
sempat dituduh menyebarluaskan dirinya melalui ujung pedang. Tapi riset sejarah
modern yang dilakukan kemudian membuktikan bahwa perang yang dilakukan orang
Muslim selama kekhalifahan Khulafaurrosyidin adalah untuk mempertahankan diri.
Sejarawan
Inggris, Sir William Muir, melalui bukunya yang termasyur, Rise, Decline and
Fall of the Caliphate, mencatat bahwa setelah penaklukan Mesopotamia, seorang
jenderal Arab bernama Zaid memohon izin Khalifah Umar untuk mengejar tentara
Parsi yang melarikan diri ke Khurasan. Keinginan jenderalnya itu ditolak Umar
dengan berkata, “Saya ingin agar antara Mesopotamia dan negara-negara di
sekitar pegunungan-pegunungan menjadi semacam batas penyekat, sehingga
orang-orang Parsi tidak akan mungkin menyerang kita. Demikian pula kita, kita
tidak bisa menyerang mereka. Dataran Irak sudah memenuhi keinginan kita. Saya
lebih menyukai keselamatan bangsaku dari pada ribuan barang rampasan dan
melebarkan wilayah penaklukkan. Muir mengomentarinya demikian: “Pemikiran
melakukan misi yang meliputi seluruh dunia masih merupakan suatu embrio,
kewajiban untuk memaksakan agama Islam melalui peperangan belum lagi timbul
dalam pikiran orang Muslimin.”
Umar
adalah ahli strategi militer yang besar. Ia mengeluarkan perintah operasi
militer secara mendetail. Pernah ketika mengadakan operasi militer untuk
menghadapi kejahatan orang-orang Parsi, beliau yang merancang kopmposisi
pasukan Muslim, dan mengeluarkan perintah dengan detailnya. Saat beliau
menerima khabar hasil pertempurannya beliau ingin segera menyampaikan berita
gembira atas kemenangan tentara kaum Muslimin kepada penduduk, lalu Khalifah
Umar berpidato di hadapan penduduk Madinah: “Saudara-saudaraku! Aku bukanlah
rajamu yang ingin menjadikan Anda budak. Aku adalah hamba Allah dan pengabdi
hamba-Nya. Kepadaku telah dipercayakan tanggung jawab yang berat untuk
menjalankan pemerintahan khilafah. Adalah tugasku membuat Anda senang dalam
segala hal, dan akan menjadi hari nahas bagiku jika timbul keinginan barang
sekalipun agar Anda melayaniku. Aku berhasrat mendidik Anda bukan melalui
perintah-perintah, tetapi melalui perbuatan.”
Pada
tahun 634 M, pernah terjadi pertempuran dahsyat antara pasukan Islam dan Romawi
di dataran Yarmuk. Pihak Romawi mengerahkan 300.000 tentaranya, sedangkan
tentara Muslimin hanya 46.000 orang. Walaupun tidak terlatih dan berperlengkapan
buruk, pasukan Muslimin yang bertempur dengan gagah berani akhirnya berhasil
mengalahkan tentara Romawi. Sekitar 100.000 orang serdadu Romawi tewas
sedangkan di pihak Muslimin tidak lebih dari 3000 orang yang tewas dalam
pertempuran itu. Ketika Caesar diberitakan dengan kekalahan di pihaknya, dengan
sedih ia berteriak: “Selamat tinggal Syria,” dan dia mundur ke Konstantinopel.
Beberapa
prajurit yang melarikan diri dari medan pertempuran Yarmuk, mencari
perlindungan di antara dinding-dinding benteng kota Yerusalem. Kota dijaga oleh
garnisun tentara yang kuat dan mereka mampu bertahan cukup lama. Akhirnya uskup
agung Yerusalem mengajak berdamai, tapi menolak menyerah kecuali langsung
kepada Khalifah sendiri. Umar mengabulkan permohonan itu, menempuh perjalanan
di Jabia tanpa pengawalan dan arak-arakan kebesaran, kecuali ditemani seorang
pembantunya. Ketika Umar tiba di hadapan uskup agung dan para pembantunya,
Khalifah menuntun untanya yang ditunggangi pembantunya. Para pendeta Kristen
lalu sangat kagum dengan sikap rendah hati Khalifah Islam dan penghargaannya
pada persamaan martabat antara sesama manusia. Uskup agung dalam kesempatan itu
menyerahkan kunci kota suci kepada Khalifah dan kemudian mereka bersama-sama
memasuki kota. Ketika ditawari bersembahyang di gereja Kebaktian, Umar
menolaknya dengan mengatakan: “Kalau saya berbuat demikian, kaum Muslimin di
masa depan akan melanggar perjanjian ini dengan alasan mengikuti contoh saya.”
Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang Kristen. Sedangkan
kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang Muslimin, hak milik mereka
dikembalikan tanpa harus membayar pajak apa pun.
Penaklukan
Syria sudah selesai. Seorang sejarawan terkenal mengatakan: “Syria telah tunduk
pada tongkat kekuasaan Khalifah, 700 tahun setelah Pompey menurunkan tahta raja
terakhir Macedonia. Setelah kekalahannya yang terakhir, orang Romawi mengaku
takluk, walaupun mereka masih terus menyerang daerah-daerah Muslimin. Orang
Romawi membangun sebuah rintangan yang tidak bisa dilalui, antara daerahnya dan
daerah orang Muslim. Mereka juga mengubah sisa tanah luas miliknya di
perbatasan Asia menjadi sebuah padang pasir. Semua kota di jalur itu
dihancurkan, benteng-benteng dibongkar, dan penduduk dipaksa pindah ke wilayah
yang lebih utara. Demikianlah keadaannya apa yang dianggap sebagai perbuatan
orang Arab Muslim yang biadab sesungguhnya hasil kebiadaban Byzantium.” Namun
kebijaksanaan bumi hangus yang sembrono itu ternyata tidak dapat menghalangi
gelombang maju pasukan Muslimin. Dipimpin Ayaz yang menjadi panglima, tentara
Muslim melewati Tarsus, dan maju sampai ke pantai Laut Hitam.
Menurut
sejarawan terkenal, Baladhuri, tentara Islam seharusnya telah mencapai Dataran
Debal di Sind. Tapi, kata Thabari, Khalifah menghalangi tentaranya maju lebih
ke timur dari Mekran.
Suatu
penelitian pernah dilakukan untuk menunjukkan faktor-faktor yang menentukan
kemenangan besar operasai militer Muslimin yang diraih dalam waktu yang begitu
singkat. Kita ketahui, selama pemerintahan khalifah yang kedua, orang Islam
memerintah daerah yang sangat luas. Termasuk di dalamnya Syria, Mesir, Irak,
Parsi, Khuzistan, Armenia, Azerbaijan, Kirman, Khurasan, Mekran, dan sebagian
Baluchistan. Pernah sekelompok orang Arab yang bersenjata tidak lengkap dan
tidak terlatih berhasil menggulingkan dua kerajaan yang paling kuat di dunia.
Apa yang memotivasikan mereka? Ternyata, ajaran Nabi SAW. telah menanamkan
semangat baru kepada pengikut agama baru itu. Mereka merasa berjuang hanya demi
Allah semata. Kebijaksanaan khalifah Islam kedua dalam memilih para jenderalnya
dan syarat-syarat yang lunak yang ditawarkan kepada bangsa-bangsa yang
ditaklukan telah membantu terciptanya serangkaian kemenangan bagi kaum Muslimin
yang dicapai dalam waktu sangat singkat.
Bila
diteliti kitab sejarah Thabari, dapat diketahui bahwa Umar al-Faruq, kendati
berada ribuan mil dari medan perang, berhasil menuntun pasukannya dan mengawasi
gerakan pasukan musuh. Suatu kelebihan anugerah Allah yang luar biasa. Dalam
menaklukan musuhnya, khalifah banyak menekankan pada segi moral, dengan
menawarkan syarat-syarat yang lunak, dan memberikan mereka segala macam hak
yang bahkan dalam abad modern ini tidak pernah ditawarkan kepada suatu bangsa
yang kalah perang. Hal ini sangat membantu memenangkan simpati rakyat, dan itu
pada akhirnya membuka jalan bagi konsolidasi administrasi secara efisien. Ia
melarang keras tentaranya membunuh orang yang lemah dan menodai kuil serta
tempat ibadah lainnya. Sekali suatu perjanjian ditandatangani, ia harus
ditaati, yang tersurat maupun yang tersirat.
Berbeda
dengan tindakan penindasan dan kebuasan yang dilakukan Alexander, Caesar,
Atilla, Ghengiz Khan, dan Hulagu. Penaklukan model Umar bersifat badani dan
rohani.
Ketika
Alexander menaklukan Sur, sebuah kota di Syria, dia memerintahkan para
jenderalnya melakukan pembunuhan massal, dan menggantung seribu warga negara
terhormat pada dinding kota. Demikian pula ketika dia menaklukan Astakher,
sebuah kota di Parsi, dia memerintahkan memenggal kepala semua laki-laki. Raja
lalim seperti Ghengiz Khan, Atilla dan Hulagu bahkan lebih ganas lagi. Tetapi
imperium mereka yang luas itu hancur berkeping-keping begitu sang raja
meninggal. Sedangkan penaklukan oleh khalifah Islam kedua berbeda sifatnya.
Kebijaksanaannya yang arif, dan administrasi yang efisien, membantu
mengonsolidasikan kerajaannya sedemikian rupa. Sehingga sampai masa kini pun,
setelah melewati lebih dari 1.400 tahun, negara-negara yang ditaklukannya masih
berada di tangan orang Muslim. Umar al-Faruk sesungguhnya penakluk terbesar
yang pernah dihasilkan sejarah.
Sifat
mulia kaum Muslimin umumnya dan Khalifah khususnya, telah memperkuat
kepercayaan kaum non Muslim pada janji-janji yang diberikan oleh pihak
Muslimin. Suatu ketika, Hurmuz, pemimpin Parsi yang menjadi musuh bebuyutan
kaum Muslimin, tertawan di medan perang dan di bawa menghadap Khalifah di
Madinah. Ia sadar kepalanya pasti akan dipenggal karena dosanya sebagai
pembunuh sekian banyak orang kaum Muslimin. Dia tampaknya merencanakan sesuatu,
dan meminta segelas air. Permohonannya dipenuhi, tapi anehnya ia tidak mau
minum air yang dihidangkan. Dia rupanya merasa akan dibunuh selagi mereguk
minuman, Khalifah meyakinkannya, dia tidak akan dibunuh kecuali jika Hurmuz
meminum air tadi. Hurmuz yang cerdik seketika itu juga membuang air itu. Ia
lalu berkata, karena dia mendapatkan jaminan dari Khalifah, dia tidak akan
minum air itu lagi. Khalifah memegang janjinya. Hurmuz yang terkesan dengan
kejujuran Khalifah, akhirnya masuk Islam.
Khalifah
Umar pernah berkata, “Kata-kata seorang Muslim biasa sama beratnya dengan
ucapan komandannya atau khalifahnya.” Demokrasi sejati seperti ini diajarkan
dan dilaksanakan selama kekhalifahan ar-rosyidin hampir tidak ada persamaannya
dalam sejarah umat manusia. Islam sebagai agama yang demokratis, seperti
digariskan Al-Qur’an, dengan tegas meletakkan dasar kehidupan demokrasi dalam
kehidupan Muslimin, dan dengan demikian setiap masalah kenegaraan harus
dilaksanakan melalui konsultasi dan perundingan. Nabi SAW. sendiri tidak pernah
mengambil keputusan penting tanpa melakukan konsultasi. Pohon demokrasi dalam
Islam yang ditanam Nabi dan dipelihara oleh Abu Bakar mencapai puncaknya pada
jaman Khalifah Umar. Semasa pemerintahan Umar telah dibentuk dua badan
penasehat. Badan penasehat yang satu merupakan sidang umum yang diundang
bersidang bila negara menghadapi bahaya. Sedang yang satu lagi adalah badan
khusus yang terdiri dari orang-orang yang integritasnya tidak diragukan untuk
diajak membicarakan hal rutin dan penting. Bahkan masalah pengangkatan dan
pemecatan pegawai sipil serta lainnya dapat dibawa ke badan khusus ini, dan
keputusannya dipatuhi.
Umar
hidup seperti orang biasa dan setiap orang bebas menanyakan
tindakan-tindakannya. Suatu ketika ia berkata: “Aku tidak berkuasa apa pun
terhadap Baitul Mal (harta umum) selain sebagai petugas penjaga milik yatim
piatu. Jika aku kaya, aku mengambil uang sedikit sebagai pemenuh kebutuhan
sehari-hari. Saudara-saudaraku sekalian! Aku abdi kalian, kalian harus
mengawasi dan menanyakan segala tindakanku. Salah satu hal yang harus diingat,
uang rakyat tidak boleh dihambur-hamburkan. Aku harus bekerja di atas prinsip
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.”
Suatu
kali dalam sebuah rapat umum, seseorang berteriak: “O, Umar, takutlah kepada
Tuhan.” Para hadirin bermaksud membungkam orang itu, tapi Khalifah mencegahnya
sambil berkata: “Jika sikap jujur seperti itu tidak ditunjukan oleh rakyat,
rakyat menjadi tidak ada artinya. Jika kita tidak mendengarkannya, kita akan
seperti mereka.” Suatu kebebasan menyampaikan pendapat telah dipraktekan dengan
baik.
Ketika
berpidato suatu kali di hadapan para gubernur, Khalifah berkata: “Ingatlah,
saya mengangkat Anda bukan untuk memerintah rakyat, tapi agar Anda melayani
mereka. Anda harus memberi contoh dengan tindakan yang baik sehingga rakyat
dapat meneladani Anda.”
Pada
saat pengangkatannya, seorang gubernur harus menandatangani pernyataan yang
mensyaratkan bahwa “Dia harus mengenakan pakaian sederhana, makan roti yang
kasar, dan setiap orang yang ingin mengadukan suatu hal bebas menghadapnya
setiap saat.” Menurut pengarang buku Futuhul-Buldan, di masa itu dibuat sebuah
daftar barang bergerak dan tidak bergerak begitu pegawai tinggi yang terpilih
diangkat. Daftar itu akan diteliti pada setiap waktu tertentu, dan penguasa
tersebut harus mempertanggung-jawabkan terhadap setiap hartanya yang bertambah
dengan sangat mencolok. Pada saat musim haji setiap tahunnya, semua pegawai
tinggi harus melapor kepada Khalifah. Menurut penulis buku Kitab ul-Kharaj,
setiap orang berhak mengadukan kesalahan pejabat negara, yang tertinggi
sekalipun, dan pengaduan itu harus dilayani. Bila terbukti bersalah, pejabat
tersebut mendapat ganjaran hukuman.
Muhammad
bin Muslamah Ansari, seorang yang dikenal berintegritas tinggi, diangkat
sebagai penyelidik keliling. Dia mengunjungi berbagai negara dan meneliti
pengaduan masyarakat. Sekali waktu, Khalifah menerima pengaduan bahwa Sa’ad bin
Abi Waqqash, gubernur Kufah, telah membangun sebuah istana. Seketika itu juga
Umar memutus Muhammad Ansari untuk menyaksikan adanya bagian istana yang
ternyata menghambat jalan masuk kepemukiman sebagian penduduk Kufah. Bagian
istana yang merugikan kepentingan umum itu kemudian dibongkar. Kasus pengaduan
lainnya menyebabkan Sa’ad dipecat dari jabatannya.
Seorang
sejarawan Eropa menulis dalam The Encyclopedia of Islam: “Peranan Umar
sangatlah besar. Pengaturan warganya yang non-Muslim, pembentukan lembaga yang
mendaftar orang-orang yang mendapat hak untuk pensiun tentara (divan),
pengadaan pusat-pusat militer (amsar) yang dikemudian hari berkembang menjadi
kota-kota besar Islam, pembentukan kantor kadi (qazi), semuanya adalah hasil
karyanya. Demikian pula seperangkat peraturan, seperti sembahyang tarawih di
bulan Ramadhan, keharusan naik haji, hukuman bagi pemabuk, dan hukuman
pelemparan dengan batu bagi orang yang berzina.”
Khalifah
menaruh perhatian yang sangat besar dalam usaha perbaikan keuangan negara,
dengan menempatkannya pada kedudukan yang sehat. Ia membentuk “Diwan”
(departemen keuangan) yang dipercayakan menjalankan administrasi pendapatan
negara.
Pendapatan
persemakmuran berasal dari sumber :
Zakat
atau pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap Muslim yang berharta. Kharaj
atau pajak bumi Jizyah atau pajak perseorangan. Dua pajak yang disebut
terakhir, yang membuat Islam banyak dicerca oleh sejarawan Barat, sebenarnya
pernah berlaku di kerajaan Romawi dan Sasanid (Parsi). Pajak yang dikenakan
pada orang non Muslim jauh lebih kecil jumlahnya dari pada yang dibebankan pada
kaum Muslimin. Khalifah menetapkan pajak bumi menurut jenis penggunaan tanah
yang terkena. Ia menetapkan 4 dirham untuk satu Jarib gandum. Sejumlah 2 dirham
dikenakan untuk luas tanah yang sama tapi ditanami gersb (gandum pembuat ragi).
Padang rumput dan tanah yang tidak ditanami tidak dipungut pajak. Menurut
sumber-sumber sejarah yang dapat dipercaya, pendapatan pajak tahunan di Irak
berjumlah 860 juta dirham. Jumlah itu tak pernah terlampaui pada masa setelah
wafatnya Umar.
Ia
memperkenalkan reform (penataan) yang luas di lapangan pertanian, hal yang
bahkan tidak terdapat di negara-negara berkebudayaan tinggi di zaman modern
ini. Salah satu dari reform itu ialah penghapusan zamindari (tuan tanah),
sehingga pada gilirannya terhapus pula beban buruk yang mencekik petani penggarap.
Ketika orang Romawi menaklukkan Syria dan Mesir, mereka menyita tanah petani
dan membagi-bagikannya kepada anggota tentara, kaum ningrat, gereja, dan
anggota keluarga kerajaan.
Sejarawan
Perancis mencatat: “Kebijaksanaan liberal orang Arab dalam menentukan pajak dan
mengadakan land reform sangat banyak pengaruhnya terhadap berbagai kemenangan
mereka di bidang kemiliteran.”
Ia
membentuk departemen kesejahteraan rakyat, yang mengawasi pekerjaan pembangunan
dan melanjutkan rencana-rencana. Sejarawan terkenal Allamah Maqrizi mengatakan,
di Mesir saja lebih dari 20.000 pekerja terus-menerus dipekerjakan sepanjang
tahun. Sejumlah kanal di bangun di Khuzistan dan Ahwaz selama masa itu. Sebuah
kanal bernama “Nahr Amiril Mukminin,” yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut
Merah, dibangun untuk menjamin pengangkutan padi secara cepat dari Mesir ke
Tanah Suci.
Selama
masa pemerintahan Umar diadakan pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan
kekuasaan eksekutif. Von Hamer mengatakan, “Dahulu hakim diangkat dan sekarang
pun masih diangkat. Hakim ush-Shara ialah penguasa yang ditetapkan berdasarkan
undang-undang, karena undang-undang menguasai seluruh keputusan pengadilan, dan
para gubernur dikuasakan menjalankan keputusan itu. Dengan demikian dengan
usianya yang masih sangat muda, Islam telah mengumandangkan dalam kata dan
perbuatan, pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan kekuasaan eksekutif.”
Pemisahan seperti itu belum lagi dicapai oleh negara-negara paling maju,
sekalipun di zaman modern ini.
Umar
sangat tegas dalam penegakan hukum yang tidak memihak dan tidak pandang bulu.
Suatu ketika anaknya sendiri yang bernama Abu Syahma, dilaporkan terbiasa
meminum khamar. Khalifah memanggilnya menghadap dan ia sendiri yang mendera
anak itu sampai meninggal. Cemeti yang dipakai menghukum Abu Syahma ditancapkan
di atas kuburan anak itu.
Kebesaran
Khalifah Umar juga terlihat dalam perlakuannya yang simpatik terhadap warganya
yang non Muslim. Ia mengembalikan tanah-tanah yang dirampas oleh pemerintahan
jahiliyah kepada yang berhak yang sebagian besar non Muslim. Ia berdamai dengan
orang Kristen Elia yang menyerah. Syarat-syarat perdamaiannya ialah: “Inilah
perdamaian yang ditawarkan Umar, hamba Allah, kepada penduduk Elia. Orang-orang
non Muslim diizinkan tinggal di gereja-gereja dan rumah-rumah ibadah tidak
boleh dihancurkan. Mereka bebas sepenuhnya menjalankan ibadahnya dan tidak
dianiaya dengan cara apa pun.” Menurut Imam Syafi’i ketika Khalifah mengetahui
seorang Muslim membunuh seorang Kristen, ia mengijinkan ahli waris almarhum
menuntut balas. Akibatnya, si pembunuh dihukum penggal kepala.
Khalifah
Umar juga mengajak orang non Muslim berkonsultasi tentang sejumlah masalah
kenegaraan. Menurut pengarang Kitab al-Kharaj, dalam wasiatnya yang terakhir
Umar memerintahkan kaum Muslimin menepati sejumlah jaminan yang pernah
diberikan kepada non Muslim, melindungi harta dan jiwanya, dengan taruhan jiwa
sekalipun. Umar bahkan memaafkan penghianatan mereka, yang dalam sebuah
pemerintahan beradab di zaman sekarang pun tidak akan mentolerirnya. Orang
Kristen dan Yahudi di Hems bahkan sampai berdoa agar orang Muslimin kembali ke
negeri mereka. Khalifah memang membebankan jizyah, yaitu pajak perlindungan
bagi kaum non Muslim, tapi pajak itu tidak dikenakan bagi orang non Muslim, yang
bergabung dengan tentara Muslimin.
Khalifah
sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga pada suatu ketika secara diam-diam ia
turun berkeliling di malam hari untuk menyaksikan langsung keadaan rakyatnya.
Pada suatu malam, ketika sedang berkeliling di luar kota Madinah, di sebuah
rumah dilihatnya seorang wanita sedang memasak sesuatu, sedang dua anak
perempuan duduk di sampingnya berteriak-teriak minta makan. Perempuan itu,
ketika menjawab Khalifah, menjelaskan bahwa anak-anaknya lapar, sedangkan di
ceret yang ia jerang tidak ada apa-apa selain air dan beberapa buah batu.
Itulah caranya ia menenangkan anak-anaknya agar mereka percaya bahwa makanan
sedang disiapkan. Tanpa menunjukan identitasnya, Khalifah bergegas kembali ke
Madinah yang berjarak tiga mil. Ia kembali dengan memikul sekarung terigu,
memasakkannya sendiri, dan baru merasa puas setelah melihat anak-anak yang
malang itu sudah merasa kenyang. Keesokan harinya, ia berkunjung kembali, dan
sambil meminta maaf kepada wanita itu ia meninggalkan sejumlah uang sebagai
sedekah kepadanya.
Khalifah
yang agung itu hidup dengan cara yang sangat sederhana. Tingkat kehidupannya
tidak lebih tinggi dari kehidupan orang biasa. Suatu ketika Gubernur Kufah
mengunjunginya sewaktu ia sedang makan. Sang gubernur menyaksikan makanannya
terdiri dari roti gersh dan minyak zaitun, dan berkata, “Amirul mukminin,
terdapat cukup di kerajaan Anda; mengapa Anda tidak makan roti dari gandum?”
Dengan agak tersinggung dan nada murung, Khalifah bertanya, “Apakah Anda pikir
setiap orang di kerajaanku yang begitu luas bisa mendapatkan gandum?” “Tidak,”
Jawab gubernur. “Lalu, bagaimana aku dapat makan roti dari gandum? Kecuali bila
itu bisa dengan mudah didapat oleh seluruh rakyatku.” Tambah Umar.
Dalam
kesempatan lain Umar berpidato di hadapan suatu pertemuan. Katanya,
“Saudara-saudara, apabila aku menyeleweng, apa yang akan kalian lakukan?”
Seorang laki-laki bangkit dan berkata, “Anda akan kami pancung.” Umar berkata
lagi untuk mengujinya, “Beranikah anda mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan
seperti itu kepadaku?” “Ya, berani!” jawab laki-laki tadi. Umar sangat gembira
dengan keberanian orang itu dan berkata, “Alhamdulillah, masih ada orang yang
seberani itu di negeri kita ini, sehingga bila aku menyeleweng mereka akan
memperbaikiku.”
Seorang
filosof dan penyair Muslim tenar dari India menulis nukilan seperti berikut
untuk dia:Jis se jigar-i-lala me thandak ho who shabnam Daryaan ke dil jis se
dabel jaen who toofan
Seperti
embun yang mendinginkan hati bunga lily, dan bagaikan topan yang menggelagakkan
dalamnya sungai.
Sejarawan
Kristen Mesir, Jurji Zaidan terhadap prestasi Umar berkomentar: “Pada zamannya,
berbagai negara ia taklukkan, barang rampasan kian menumpuk, harta kekayaan
raja-raja Parsi dan Romawi mengalir dengan derasnya di hadapan tentaranya,
namun dia sendiri menunjukkan kemampuan menahan nafsu serakah, sehingga
kesederhanaannya tidak pernah ada yang mampu menandingi. Dia berpidato di
hadapan rakyatnya dengan pakaian bertambalkan kulit hewan. Dia mempraktekkan
satunya kata dengan perbuatan. Dia mengawasi para gubernur dan jenderalnya
dengan cermat dan dengan cermat pula menyelidiki perbuatan mereka. Bahkan
Khalid bin Walid yang perkasa pun tidak terkecuali. Dia berlaku adil kepada
semua orang, dan bahkan juga bagi orang non-Muslim. Selama masa
pemerintahannya, disiplin baja diterapkan secara utuh.”
Hendaknya
para pemimpin negeri ini bisa mencontoh Umar bin Khattab dalam memimpin negeri
ini. Mengedepankan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingannya sendiri
maupun golongannya. Menjadi pimpinan yang benar-benar bertanggungjawab terhadap
yang dipimpinnya. Semoga!
Artikel Terkait