Berikut hukum mencium tangan ulama atau guru beserta penjelasan dan dalilnya :
Hukumnya
Hukumnya
Hukumnya
boleh, dalam rangka menghormati dan bersikap sopan terhadap kedua orang tua,
ulama, orang-orang yang memiliki keutamaan, kerabat yang lebih tua dan
sebagainya. Ibnul Arabi telah menulis risalah tentang hukum cium tangan dan
sejenisnya, sebaiknya merujuknya. Bila cium tangan itu dilakukan terhadap
kerabat-kerabat yang lebih tua atau orang-orang yang memiliki keutamaan, ini
berarti sebagai penghormatan, bukan menghinakan diri dan bukan pula
pengagungan. Kami dapati sebagian Syaikh kami mengingkarinya dan melarangnya,
hal itu karena sikap rendah hati mereka, bukan berarti mereka mengharamkannya. Wallahu
a’lam.
Penjelasan
“Dan
adapun mencium tangan, maka dalam bab ini terdapat hadits-hadits dan
atsar-atsar yang sangat banyak yang menunjukkan dengan berkumpulnya tentang
tetapnya hal itu dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Maka kami
berpandangan tentang bolehnya mencium tangan seorang ‘aalim apabila memenuhi
beberapa syarat sebagai berikut :
1.
Agar tidak menjadikannya kebiasaan yang menjadikan seorang ‘aalim bertabiat
mengulurkan tangannya kepada murid-muridnya, yang kemudian menjadi tabi’at (si
murid) untuk bertabarruk dengannya. Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
meskipun tangan beliau dicium para shahabat, maka kejadian itu sangatlah
jarang. Jika demikian, maka tidak diperbolehkan menjadikan hal itu sebagai
sunnah yang dilakukan secara terus-menerus sebagaimana diketahui dalam kaidah
fiqhiyyah.
2.
Agar tidak membiarkan hal menjadi kesombongan seorang ‘aalim kepada yang
lainnya dan pandangannya terhadap dirinya sendiri sebagaimana hal itu terjadi
pada sebagian masyaikh saat ini.
3.
Agar tidak menjadi sebab peniadaan sunnah yang telah diketahui, seperti sunnah berjabat
tangan, karena
itu disyari’atkan berdasarkan perbuatan dan perkataan Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam, dimana jabat tangan tersebut menjadi sebab gugurnya dosa-dosa dua
orang yang melakukannya, sebagaimana diriwayatkan lebih dari satu hadits. Maka
tidak diperbolehkan membatalkannya (sunnah jabat tangan) dengan sebab
mengerjakan amalan yang keadaan terbaiknya dihukumi boleh” [Silsilah
Ash-Shahiihah, 1/252-253].
Dalilnya
:
Telah
menceritakan kepada kami Ahmad : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin
Muhammad An-Naisaabuuriy : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Hasan bin ‘Iisaa,
dari Ibnul-Mubaarak, dari Daawud, dari Asy-Sya’biy, ia berkata : Zaid bin
Tsaabit pernah mengendarai hewan tunggangannya, lalu Ibnu ‘Abbaas mengambil
tali kekangnya dan menuntunnya. Zaid berkata : “Jangan engkau lakukan wahai
anak paman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Ibnu ‘Abbaas berkata :
“Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan (menghormati) ulama kami”.
Zaid berkata : “Kemarikanlah tanganmu”. Lalu Ibnu ‘Abbaas mengeluarkan
tangannya, kemudian Zaid menciumnya dan berkata : “Beginilah kami diperintahkan
untuk memperlakukan (menghormati) ahli bait Nabi kami shallallaahu ‘alaihi wa
sallam” [Diriwayatkan oleh Abu Bakr Ad-Diinawariy dalam Al-Mujaalasah wa
Jawaahirul-‘Ilm 4/146-147 no. 1314; dihasankan oleh Masyhuur Hasan Salmaan
dalam takhrij-nya atas kitab tersebut].
Telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abi Maryam, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami ‘Aththaaf bin Khaalid, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku
‘Abdurrahmaan bin Raziin, ia berkata : “Kami pernah melewati daerah Rabadzah.
Lalu dikatakan kepada kami : “Itu dia Salamah bin Al-Akwa’”. Maka kami
mendatanginya dan mengucapkan salam kepadanya. Lalu ia mengeluarkan kedua
tangannya dan berkata : “Aku berbaiat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dengan kedua tanganku ini”. Ia mengeluarkan kedua telapak tangannya yang
besar yang seperti tapak onta. Kami pun berdiri, lalu menciumnya (tangan
Salamah)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 973;
dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Al-Adabul-Mufrad hal. 372].
Telah
menceritakan Ahmad bin Al-Hasan bin ‘Abdil-Jabbaar Ash-Shuufiy di baghdaad, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Nashr At-Tammaar, ia berkata :
Telah menceritakan kepada kami ‘Aththaaf bin Khaalid Al-Makhzuumiy, dari
‘Abdurrahmaan bin Raziin, dari Salamah bin Al-Akwaa’, ia berkata : “Aku
berbaiat kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan tanganku ini,
lalu kami menciumnya. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari
hal itu” [Diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Al-Muqri’ dalam Ar-Rukhshah fii
Taqbiilil-Yadd no. 12; hasan].
Artikel Terkait